Memotong Rupiah (Lagi)



Pernahkah anda membayangkan suatu keadaan dimana toko-toko diserbu warga yang ingin membeli barang. Toko apapun dan barang apapun. Lalu sang penjual tak tahu harus merasa senang karena larisnya atau ketiban bencana, karena uang yang mereka dapat kemudian tidak dapat digunakan sebagai alat tukar.

Atau suatu keadaan dimana desa-desa diserbu warga kota. Tanah, ternak, kayu dan hasil bumi berpindah dengan cepat. Warga desa pun senang, tapi keadaan itu tak berlangsung lama. Karena harta yang selama ini mereka kumpulkan ternyata hilang. Ditukar dengan lembaran-lembaran yang tak lagi laku.

Kira-kira seperti itulah keadaan di 51 tahun yang lalu. Senin, 24 Agustus 1959, tepat pukul 14.30 WIB, sebuah siaran RRI menyatakan pemotongan nilai uang kertas denominasi 1000 dan 500 rupiah menjadi sepersepuluhnya, alias dua nolnya dihilangkan. Lalu keadaannya seperti 2 paragraf pertama diatas.

Sekarang wacana pemerintah yang sudah bocor ke tengah masyarakat telah menimbulkan kekhawatiran dan kepanikan. Bank Indonesia dianggap tidak punya kerjaan lain yang lebih penting, misalnya soal suku bunga, inflasi ataupun kredit macet. Di sisi lain, orang yang lebih awam justru menganggap ini merupakan suatu "ide cemerlang", karena rupiah akan kedengaran lebih bergengsi. Kedengaran.....

Memang rupiah akan tampak lebih wah, kalau saya bayangkan 1 dolas AS akan sama harganya dengan 9 rupiah (hari ini 1 USD = 8,935.00 IDR). Tetapi menurut saya hal ini akan sama saja, karena keadaannya tak akan seindah yang dibayangkan. Kita akan menemui proses yang panjang dan berliku.

Sebagai sebuah wacana, pemerintah tentu telah belajar dari masa lalu. Semoga saja keadaannya tak akan seburuk itu. Atau mungkin jauh lebih indah di masa lalu, karena arus informasi yang semakin cepat dapat ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan segelintir orang.

0 Response to "Memotong Rupiah (Lagi)"

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme